Selasa, 07 Januari 2025

Membaca Seni Mencintai by Erich Fromm (Reveiew Buku)



Judul Buku : Seni Mencintai
Penulis : Erich Fromm
Penerbit : BASABASI (Cetakan Pertama, Januari 2018)
Ketebalan : 192 halaman (14 x 20 cm)

Akhirnya selesai juga saya membaca buku ini. Awalnya saya sering melihat toko buku online mengiklankan buku ini di instagram. Beberapa kali melihat iklannya, saya belum tertarik membeli karena saya pikir isinya bakal klise seperti tulisan-tulisan umum tentang cinta. Tetapi kemudian, dalam salah satu iklan, saya membaca tulisan di belakang buku ini. Kalimat awalnya berbunyi, “Membaca buku ini akan menjadi pengamalan mengecewakan bagi siapapun yang mengharapkan petunjuk mudah dalam seni mencintai. Sebaliknya, buku ini ingin memperlihatkan bahwa cinta bukanlah suatu perasaan yang dapat dengan mudah dinikmati siapa saja, terlepas dari tingkat kedewasaan yang telah dicapainya.” Entah kenapa setelah membaca tulisan itu saya tertarik untuk membelinya. Saya penasaran saya bakal se-kecewa apa setelah membacanya. :D

Buku ini diterjemahkan dari buku The Art of Loving tulisan Erich Fromm yang terbit di New York tahun 1956. Sekarang tahun 2025. Artinya buku ini sudah terbit 69 tahun yang lalu. Meskipun bisa dikatakan saat ini sudah beda jaman dengan saat pertama buku ini terbit, tetapi saya pikir isinya masih sangat relevan untuk diterapkan di jaman ini. Hal ini mungkin disebabkan karena “cinta” adalah tema yang tak lekang oleh jaman. Apalagi buku ini membahas “cinta” dipandang dari segi psikologi, bukan dari sisi praktisnya.

Memang benar apa yang dikatakan oleh Erich Fromm bahwa kita tak bisa mengharapkan petunjuk mudah mengenai cara “mencintai” dari buku ini. Membacanya serasa dibawa menjelajahi waktu, berkeliling dunia, bertemu dengan banyak orang, dan menyelam ke dalam jiwa yang terdalam sampai perlahan-lahan saya bisa mereka-reka sendiri bagaimana untuk menerapkan seni mencintai itu dalam hidup saya. “Mereka-reka” ya, belum paham benar. :D

Tetapi saya sangat menikmati membaca buku ini. Buku ini membuat saya sadar bahwa cinta itu memang perlu untuk dipelajari. Apalagi untuk pasangan dewasa yang hendak menikah. Menurut saya, buku ini sangat recommended untuk dibaca pasangan sebelum menikah agar memiliki referensi yang lebih baik di tengah badai angka perceraian yang tinggi saat ini. Melalui buku ini saya jadi lebih paham, bagaimana seni untuk mencintai pasangan dan anak tanpa mengabaikan diri sendiri. Dikatakan dalam buku ini bahwa “…kemampuan untuk sendiri adalah syarat mampu mencintai” dan “… cinta mensyaratkan tumbuhnya kerendahan hati, obyektivitas, dan nalar”. Di dalam buku ini dijabarkan jenis-jenis cinta berdasarkan objek yang dicintai, yaitu meliputi cinta persaudaraan, cinta keibuan, cinta erotis, cinta diri, dan cinta Tuhan.

Dalam bab “Cinta dan Kehancurannya dalam Masyarakat Barat Modern”, Fromm membukanya dengan pernyataan bahwa cinta persaudaraan, cinta keibuan, dan cinta erotis telah langka dan digantikan oleh “cinta semu” (pseudo-love) yang merupakan salah satu bentuk kehancuran cinta. Dia menjelaskan bagaimana kapitalisme telah menghancurkan cinta. Di bab ini, saya jadi paham bahwa pandangan Erich Fromm tentang cinta cukup bertentangan dengan pemikiran Freud yang menurutnya sangat dipengaruhi oleh materialisme.

Meskipun bab terakhir dalam buku ini berjudul “Penerapan Seni Mencintai” tetapi jangan harap kita akan diberi poin-poin praktis tentang cara menerapkannya. Di bab ini pun Fromm menjelaskan panjang lebar mengajak kita untuk berpikir, membangun pemikiran kita sendiri, dan merangkum sendiri tentang bagaimana cara terbaik untuk menerapkan seni mencintai ini dalam kehidupan.

Bagaimana, tertarik untuk membacanya? Klik link berikut untuk mendapatkan buku originalnya.

https://s.shopee.co.id/7KhAOeKLS4

Kamis, 07 November 2024

wedding anniversary ke-12

Duabelas tahun menjalani kehidupan rumah tangga. Duabelas tahun belajar hidup bersama seseorang yang awalnya asing. Mengenalnya, keluarganya, kebiasaannya, kebaikannya, dan keburukannya. Ia pun akhirnya mengenal seluk beluk keburukanku, meskipun belum semua dia ketahui. Duabelas tahun bukan waktu yang singkat, tapi juga tidak bisa dikatakan lama, hanya sepertiga dari umurku saat ini.

Banyak hal terjadi dalam duabelas tahun itu, membuat kita harus beradaptasi, menyesuaikan diri dengan tiap kondisi. Tahun demi tahun berbagai peristiwa terjadi, mengubah persepsi adalah hal yang biasa dilakoni. Katanya hidup itu mesti dinamis. Bukankah nggak ada yang kekal di dunia ini? Konon yang kekal adalah perubahan itu sendiri. 

Pernah kudengar, ada yang bilang bahwa pernikahan itu ujian terberatnya ada di tahun pertama. Ada juga yang bilang bahwa yang terberat itu di lima tahun pertama, bahkan ada yang bilang ujiannya ada di tiap tahun ganjil. Tetapi kenyataan yang kualami adalah, ujian itu bisa datang kapan saja, dimana saja.

Tiap tahun punya cerita dan ujiannya masing-masing. Level ujiannya pun berbeda-beda. Tuhan memang Maha Tahu berapa level kekuatanku. Kadang aku lulus ujian dengan mudahnya. Kadang aku lulus setelah melalui perjuangan penuh keringat dan airmata. Ada juga ujian yang aku nggak lulus, harus mengulang ujian yang sama, kadang sekali ulang bisa lulus, ada yang harus mengulang berkali-kali. 

Apa kabar cinta setelah duabelas tahun ini? Apakah cinta itu selalu berkobar dengan membaranya seperti ketika bendera relasi pertama kali berkibar? Layaknya energi yang tak dapat dimusnahkan dan hanya bisa berubah bentuk, cintaku pun begitu. Dinamis, kita mendefinisikannya menyesuaikan kebutuhan di tiap ruang dan waktu yang dilalui. Tahun ini jelas definisi cinta kita sudah tak sama dengan definisinya dua belas tahun yang lalu. Bukahkah seharusnya memang begitu?

Dan berikut adalah sekelumit pemahaman yang saya peroleh selama 12 tahun menikah ini.
  1. Pasanganmu bukan malaikat. Dia manusia sepertimu yang sering berbuat salah juga. Pilahlah mana kesalahan yang masih bisa ditolerir, mana yang nggak, dan komunikasikan dengannya.
  2. Jika ingin terbebas dari rasa sakit hati, maka hilangkanlah kemelekatanmu pada pasanganmu. Bagaimana cara saling mencintai tanpa kemelekatan, ini mungkin perlu kamu pelajari.
  3. Jangan gantungkan seluruh hidup dan kebahagiaanmu pada pasangan. Hidup dan kebahagiaanmu adalah tanggung jawab kamu sendiri.
  4. Jangan minta pasangan untuk mewujudkan impianmu. Impianmu adalah hal yang perlu kamu perjuangkan sendiri. Ia pasti juga punya impiannya sendiri. Berusahalah untuk mewujudkannya sendiri. Jika bisa saling membantu, maka itu adalah nilai plus.
  5. Jadikan pasangan sahabat terbaikmu. Jalinlah persahabatan dengannya. Ini bisa membantumu membangun rasa saling menghargai.
  6. Anak adalah tanggung jawab bersama. Sebelum menikah sebaiknya paham dulu ranah tanggung jawab masing-masing secara agama.
  7. Senantiasa belajar bersama untuk membaikkan karakter masing-masing. Bagaimanapun juga, selama kita masih diberi umur, maka akan selalu ada kesempatan untuk belajar menjadi lebih baik.

Rabu, 06 November 2024

cinta

Seharusnya tulisan dengan judul ini dapat disusun menjadi buku tebal berjilid-jilid. Terlalu luas yang bisa dibahas dari cinta. Terlalu dalam yang bisa diselami dari kata cinta. Dan terlalu tinggi apa yang bisa digapai dari cinta. Membahasnya dalam sebuah tulisan blog singkat seperti ini sangatlah tidak cukup. Tapi tak apalah. Aku hanya ingin menuliskan setitik pemikiranku tentang cinta. Bukan pemikiran mungkin, lebih tepatnya hanya sebersit kata dalam benak. 
Cinta tak pernah selesai dibahas. Cinta tak pernah kehabisan sub bab untuk diceritakan. Sepertinya setiap orang punya pendapatnya sendiri tentang cinta. Tak pernah ada definisi terpatok yang disepakati semua orang tentang cinta. Mungkin semua orang tak akan pernah bisa mencapai satu kesepakatan dan satu suara tentang definisi cinta. Kamu bisa membuat definisi cintamu sendiri. Aku juga bisa mendefinisikannya sendiri. 
Ada yang menganggap cinta adalah nafsu belaka. Ada yang mengartikan cinta sebagai memberi. Ada yang mengidentikkan cinta dengan rasa sayang. Ada yang menganggap cinta adalah hasil kerja hormon belaka. Dan mungkin ada ribuan macam definisi panjang tentang cinta. 
Ada yang bilang cinta itu bisa memudar seiring berjalannya waktu. Ada yang bilang menikah itu harus atas dasar cinta. Ada yang bilang tak perlu cinta untuk bisa berumahtangga. Selamanya aku tak akan bisa menilai, mana pendapat yang paling benar, karena tiap orang punya definisi cintanya sendiri. 
Telah banyak cerita, orang yang konon katanya saling jatuh cinta kemudian menikah, rumah tangganya tak bertahan lama. Banyak juga cerita, yang katanya menikah karena perjodohan, tetapi rumahtangganya langgeng sampai maut memisahkan. 
Aku tak akan pernah bisa mengira. Tak akan pernah bisa menduga, mana cinta yang benar, dan mana cinta yang salah. Mana cara yang benar dan mana cara yang salah dalam mencintai. Ada yang mengatakan bahwa mencintai itu adalah sebuah seni. Dan konon katanya dalam seni itu tak ada batasan.
Jadi intinya aku mau ngomong apa? Tak ada inti. Silakan nilai sendiri.