Media sosial sudah menjadi salah satu sarana yang lumrah digunakan oleh khalayak untuk berinteraksi sosial dengan sesama pengguna media tersebut. Bahkan, seolah sudah menjadi kebutuhan pokok manusia selama lebih dari 1 dekade ini. Beraneka ragam media sosial itu sebagaimana beragamnya cara manusia dalam mengekspresikan dirinya.
Serasa sudah tidak ada batas bagi kebebasan manusia untuk berekspresi. Pernah timbul banyak masalah hukum karena hal ini. Hadirlah UU ITE yang cukup membantu masyarakat Indonesia membatasi dirinya sendiri dalam mengekspresikan gagasan atau membagikan informasi di media elektronik terutama media sosial. Kita pun mengusahakan postingan kita tidak menimbulkan kerugian bagi diri kita dan orang lain, baik secara material maupun spiritual. Secara perlahan manusia belajar beretika dalam bermedia sosial. Meski sampai detik ini, permasalahan yang timbul darinya masih sangat beragam, tapi setidaknya kita mau berusaha membatasi diri kita, bermedia dengan mengindahkan etika.
Apa sebenarnya yang mau aku omongin? Kenapa jadi muter-muter seperti ini. 😂 Bingung sendiri jadinya. Mohon maaf.
Baiklah. Manusia adalah makhluk sosial. Interaksi sosial sudah menjadi kebutuhan dasar yang tidak dapat ia hindari sepenuhnya. Mau tidak mau, manusia akan tetap berinteraksi dengan orang lain. Saya belum pernah mendengar ada orang yang bisa hidup sendirian, hanya dengan dirinya sendiri, sejak lahir sampai dewasa dan meninggal. Sepertinya tidak mungkin. Bahkan yang melahirkannya juga seorang ibu kan? Bukan lahir dari dirinya sendiri. Adanya interaksi sosial ini memunculkan berbagai kebutuhan lain, salah satunya adalah validasi sosial.
Apa itu validasi sosial? Semacam pengakuan dari orang lain tentang sesuatu pada diri kita bahwa hal itu memang benar dan layak terjadi pada diri kita. Sesuatu itu bisa berupa pemikiran, perasaan, tindakan, pencapaian, dan lain sebagainya. Tidak bisa dipungkiri, sesekali manusia membutuhkan validasi sosial. Para pengembang media sosial benar-benar paham mengenai kebutuhan ini, dan meraup banyak keuntungan darinya.
Berdasarkan kebutuhan akan validasi sosial ini, mungkin hidup manusia di dunia ini bisa kita golongkan ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase belum butuh validasi sosial.
2. Fase haus validasi sosial.
3. Fase sesekali butuh validasi sosial.
4. Fase udah nggak butuh validasi sosial.
Saya pikir sepertinya tiap manusia pasti melewati fase-fase itu. Kita nggak bisa memakai patokan umur untuk mendefinisikan batasan fase-fase ini. Bisa jadi ada yang baru umur 20 tapi sudah di fase nggak butuh validasi lagi. Bisa jadi sudah umur 40an tapi masih di fase haus validasi. Tiap manusia memiliki fasenya masing-masing, dan ini bukan tentang umur.
Fase belum butuh validasi biasanya dialami manusia ketika dia sedang berada di proses berjuang meraih suatu pencapaian. Fase haus validasi biasanya dialami ketika dia baru saja berhasil meraih suatu pencapaian. Semakin lama dia berada di posisinya dan makin banyak pencapaian yang dia raih, makin berkurang kebutuhan validasi sosialnya, hingga akhirnya dia akan sampai di tahap nggak butuh validasi lagi.
Ada masanya kita akan haus validasi. Ada masanya kita akan nggak butuh validasi lagi. Tapi nggak semua manusia berhasil mencapai tahap itu. Mungkin ada yang sampai menjelang akhir hidupnya pun masih berusaha mengais validasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar